Running Point : Komedi basket ala dinasti klub LA
Cerita latar belakang sebuah tim
basket menghiasi serunya pertandingan basket itu sendiri di lapangan. Hubungan
GM dengan pemain menjadi salah satu highlight dari ‘The Last Dance’ dan film
The Dynasty menceritakan tentang bagaimana sebuah tim dibuat, diperjuangkan dan
dipertahankan. Berita-berita NBA juga menampilkan owner Clippers yang ambisius,
Mark Cuban yang eksentrik dan teori konspirasi mengenai keluarga xx, pemilik
Dallas Mavericks saat ini. Hal-hal di belakang layer ini menambah bumbu yang
menarik yang semakin ‘menjual’ NBA.
Sebuah drama komedi segar
berlatar berlakang industry basket di amerika baru muncul di Netflix. Anak 90an
pasti relate dengan pemain utamanya : Kate Hudson, yang merajai (atau meratui?)
film-film cheesy romantic seperti How to Lose a Guy in 10 Days (2003), You, Me
and Dupree (2006) dan Bride Wars (2009). Setidaknya buat saya sebuah familiar
face, bagi generasi saat itu.
Sejak shot awal, film ini sudah
menampilkan sesuatu yang menarik buat saya. Sebagai fans Lakers sangat relate
kalau film ini merupakan gimmick dari klub LA Lakers. Dan Hudson terasa natural
memerankannya, mungkin karena dia born & raised di LA.
Tapi kan di LA ada dua tim,
kenapa ini lebih relate ke Lakers daripada ke Clippers? Well, karena Hudson
memerankan Isla Gordon, owner dan presiden klub, yang langsung membuat kita
mengasosiasikannya dengan Jeanie Buss, owner dan presiden klub LA Lakers
sekarang. Gordon digambarkan juga bagian dari dinasti Gordon, pemilik klub,
yang mana juga serasi dengan latar belakang Jeanie yang merupakan anak dari dr.
Jerry Buss (almarhum), pemilik LA Lakers.
Hal seperti ini membuat saya
penasaran ingin tahu siapa produsernya. Yak, betul! Salah seroang produsernya
adalah Jeanie sendiri. Jadi bisa dibilang ini adalah twist dari biography
Jeanie. Yah semacam film yang “inspired by” gitu deh. Co-produser lainnya
termasuk Linda Rambis (istri ex pemain Lakers, Kurt Rambis).
Makin dalam film pun menceritakan
tentang hubungan platonic antara Isla dengan pelatih Jay Brown (diperankan oleh
Jay Ellis), yang mengingatkan saya dengan kisah hubungan Jeanie dengan Phil
Jackson (pelatih Lakers 200xx). Padahal ceritanya Isla sudah bertunangan dengan
Lev, seorang dokter.
Episode 1 berawal dari mundurnya
Cam Gordon (Justin Theroux), kakak tertua Isla, dari pucuk pimpinan klub,
diakibatkan masalah narkobanya yang membuat dia harus masuk rehabilitasi. Cam
harus membuat Keputusan untuk memilih kepada siapa dia akan menyerahkan
kekuasaannya kepada adik-adiknya. Opsi pilihannya adalah adik laki-lakinya Ness
( X) yang saat itu GM klub, Sandy ( ) yang merupakan adik tiri sebenarnya, yang
merupakan CFO dari klub atau Isla, adik perempuannya yang saat itu diberi
jabatan sebagai pengurus charity klub. Sudah tertebak konflik dan plot
terbangun dari sini karena ternyata Cam memilih Isla untuk menjadi presiden
klub.
Cerita semakin menarik gabungan
dari krisis ketidak percayaan Isla sebagai pemimpin baru, tantangan dari Ness
dan Sandy yang berusaha menurunkan Isla (episode 2), termasuk plot twist masalah
keluarga ternyata mereka mempunyai adik tiri baru, Jackie (Fabrizio Guido).
Juga masalah-masalah teknis klub
dan tim seperti pemain yang bandel, sponsor yang hilang, tingkah pemain
superstar, validasi seorang pemain rookie dan masalah pelatih.
Film ini menceritakan juga
interaksi para owner di dalam liga. Mengingatkan kita bahwa “it’s only
business” karena terjadi deal-deal yang orientasinya memang finansial dan
bisnis.
Terasa agak janggal adalah karakter
pemain utama yang disorot yaitu travis bugg, terlihat terlalu ‘bulky’ untuk
seorang pemain basket. Terlalu berotot. Begitu juga superstar Marcus Winfried
(Toby Sanderman) walaupun tidak seberotot Travis, namun masih kurang pas
body-nya sebagai seorang pemain basket. Jay juga terlalu lembut untuk seorang
coach di liga. Kurang greget.
Salah satu yang saya tunggu saat
nonton film bertemakan basket adalah shot-shot cuplikan permainan di lapangan.
Di serial ini setiap episode nya terdapat cuplikan-cuplikan dengan shot-shot di
lapangan. Cukup menarik, walau terlihat kurang natural dan agak kaku. Wajar ya
karena memang focus utama ada di dramanya.
Di episode terakhir, Isla
membuktikan bahwa Keputusan-keputusannya selama dia menjabat membuahkan hasil,
sehingga tim masuk ke playoff. Apakah Waves berhasil masuk menang di playoff?
Dan ada satu spin lagi di akhir episode terakhir yang menjadi jangkar untuk
meneruskan episode pertama season selanjutnya.
Kepolosan Jackie juga menjadi
hiburan, bagaimana dia mencoba fit in sebagai adik baru dalam keluarga dan
sebagai seorang anggota dari sebuah keluarga dinasti LA, berikut cerita serunya
dengan Wanita-wanita.
Yah, Namanya juga film. Gak seru
kalau gak ada drama. Overall, serial yang lumayan menghibur untuk ngabuburit.
Season satu ini saya merasakan proporsi
pembagian cerita personal (kisah cinta, keluarga) fiktif tentunya, dengan cerita basketnya sekitar 65%-35%. Saat
tulisan ini dibuat, season 2 belum keluar di Netflix Indonesia.
Netflix 2025
Genre : Sports Comedy
Pemain:
Kate Hudson – Isla Gordon
Drew Tarver – Sandy Gordon
Scott MacArthur – Ness Gordon
Fabrizio Guido – Jackie Moreno
Brenda Song – Ali Lee
Chet Hanks – Travis Bugg
Toby Sanderman – Marcus Winfield
Comments
Post a Comment