KERUPUK DI SANGKAR EMAS
Sebungkus kerupuk putih teronggok di meja. Salah satu menu yang gak pernah absen adalah kerupuk. Selalu ada di nampan makanan selama 20 hari saya karantina ini. Tenang, saya tidak terdeteksi Covid-19. Dan ini bukan karantina karena saya positif.
Karantina ini adalah syarat dari perusahaan. Sebelum diberangkatkan ke site di ujung timur Indonesia sana. Tes swab PCR sebelum masuk karantina. Karantina 14 hari. Tes swab kedua. Jika aman semua baru diberangkatkan dengan pesawat charter ke sana.
Inilah sangkar emasku. Memang emas tapi sangkar. Memang hotel. Tapi gak bisa kemana-mana. Di kamar aja.
Saya pernah lihat tayangan di TV dimana di negara Eropa ada penjara yang manusiawi. Seperti motel. Di kamar ada TV. Ada buku. Membuat kita berpikir, wah enak ya dipenjarakan seperti itu. Dulu founding father kita diasingkan. Tapi tidak dalam kotak berjeruji. Malah disediakan rumah. Lengkap dengan isi dan pengurusnya. Saya sempat berpikir, itu mah anggap aja liburan. Gak kayak orang dipenjara.
Saya mengerti sekarang. Yang dipenjara adalah kebebasannya. Opsi untuk memilih. Yang dikukung adalah pikirannya.
Seperti saya sekarang. Tidak bebas untuk keluar kamar. Tidak boleh untuk memesan nasi goreng kambing. Dilarang berenang atau ke gym hotel. Gak bisa main jauh-jauh kayak para artis yang beralih jadi YouTuber itu. Gak bisa party kayak sosialita yang baru divaksin itu. Percayalah nasi goreng yang dibeli sendiri akan terasa lebih lezat saat ini. Atau ke warung dan beli kerupuk coklat kesukaan saya.
Sebenarnya ini adalah karantina ke 3 sepanjang 2020-2021 ini. Dan setiap kalinya lebih membaik. Panitia sudah lebih berpengalaman. Peserta sudah lebih terbiasa. Karantina pertama di Mei 2020 dulu, bahkan kami tidak boleh keluar kamar sama sekali. Sekarang sudah diatur untuk bisa keluar kamar setiap hari. Selama 30-60 menit. Walaupun kami sudah diberikan waktu istirahat, namun ada saja yang tidak memakainya setiap hari. Seperti saya. Tampaknya manusia memang lebih mementingkan mempunyai pilihan. Masalah diambilnya pilihan itu atau tidak, itu masalah belakangan.
Pantas saja para pejuang kemerdekaan memilih berjuang dengan risiko mati tetapi merdeka dibanding hidup tapi terjajah.Ah, ternyata bebas memilih kerupuk itu menyimbolkan kemerdekaan yang hakiki.
Hotel Le Meredien, Jakarta 21 Januari 2021
Comments
Post a Comment